Anak Jadi Korban Konflik Orang Tua, Psikolog Angkat Suara

Anak Jadi Korban Konflik Orang Tua, Psikolog Angkat Suara

jewishwny.com – Konflik orang tua akan berimbas terhadap anak secara emosial dan psikologi si anak itu sendiri. seperti kasus penculikan anak baru-baru ini ternyata bukan kejahatan orang asing. Kedua peristiwa tersebut melibatkan konflik pribadi antara orang tua. Anak-anak menjadi korban dalam konflik tersebut. Para orang tua menggunakan anak sebagai alat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri.

“Baca juga : Makanan Gratis Bergizi Harus Aman dan Bebas Bakteri”

Kasus pertama terjadi di Cinere, Depok. Seorang anak perempuan bernama Adella sempat dinyatakan hilang. Masyarakat merasa panik dan menduga penculikan terjadi. Namun, polisi menemukan fakta berbeda. Sang ibu, Arlin, ternyata merekayasa penculikan demi mempertemukan anaknya dengan sang ayah kandung. Arlin dan mantan suaminya sudah lama berpisah. Ia merasa perlu menggunakan cara tersebut agar sang ayah bisa bertemu dengan anaknya.

Beberapa hari setelah kasus itu, kabar serupa muncul dari Denpasar, Bali. Seorang anak laki-laki asal Inggris bernama Georgie dilaporkan hilang di depan rumahnya. Polisi awalnya menduga penculikan biasa. Namun, hasil investigasi mengungkap bahwa ayah kandung Georgie, BJWB, membawanya tanpa seizin ibunya. BJWB membawa anak itu ke Tangerang Selatan setelah bercerai dari sang ibu.

Kedua kasus ini menunjukkan bahwa konflik orang tua dapat menyeret anak dalam situasi yang membahayakan. Anak-anak tidak hanya menjadi korban secara fisik, tetapi juga secara emosional. Mereka tidak bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi, tetapi tetap merasakan dampaknya.

Ketika hubungan itu terganggu oleh konflik atau manipulasi, anak bisa mengalami gangguan psikologis jangka panjang. Mereka bisa kehilangan rasa percaya pada orang lain. Anak-anak yang tidak mendapatkan bantuan bisa membawa luka ini hingga dewasa.

“Baca juga : Kolaborasi Parfum dan Rocker: Aroma Gaya Rock yang Unik”

Arnold mengingatkan masyarakat agar lebih peduli pada kondisi mental anak dalam konflik keluarga. Orang dewasa harus mengutamakan kepentingan anak, bukan menjadikannya alat dalam konflik pribadi.