Jaminan Kehilangan Pekerjaan bagi Pegawai Kontrak Dikritik
jewishwny.com – Jaminan Kehilangan Pekerjaan pegawai kontrak seharusnya melindungi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, penelitian disertasi Sugeng Lestari, mahasiswa Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, mengungkap bahwa program ini masih sulit diakses oleh pegawai kontrak dan pekerja alih daya.
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 memperketat syarat bagi pekerja yang ingin mendapatkan manfaat JKP. Sugeng menemukan bahwa persyaratan administratif yang berat membuat banyak pekerja kehilangan hak mereka. Salah satu kendala utama adalah masa kepesertaan Jamsostek yang harus mencapai minimal dua tahun.
“Pekerja alih daya umumnya memiliki kontrak kerja kurang dari satu tahun. Dengan aturan ini, mereka hampir mustahil mendapatkan manfaat JKP,” kata Sugeng pada Sabtu (15/2/2025).
“Baca juga : Kenapa Orang Suka Lihat IG Stories Sendiri?”
Ia membandingkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Timur. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penerima manfaat JKP tidak mencapai satu persen dari total pekerja yang terkena PHK.
“Seharusnya, jumlah penerima manfaat JKP tidak jauh berbeda dengan jumlah pekerja yang menerima Jaminan Hari Tua,” tegasnya.
JKP seharusnya memberikan perlindungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, terutama setelah pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tahun 2020. Namun, kenyataannya, program ini gagal membantu kelompok pekerja yang paling rentan.
Sugeng mengkaji kebijakan JKP di beberapa negara seperti Jepang, Korea, dan Malaysia. Ia menemukan bahwa model JKP di Jepang lebih efektif dalam memberikan perlindungan bagi pekerja. Program tersebut melibatkan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan penyedia jaminan sosial. Selain bantuan tunai, pekerja juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan agar bisa segera bekerja kembali.
Meski demikian, Sugeng menilai model JKP Jepang tidak bisa diterapkan sepenuhnya di Indonesia. Ia menekankan bahwa kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia berbeda.
“Jumlah pekerja di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Oleh karena itu, program JKP harus memiliki inovasi lain, seperti pelatihan kewirausahaan agar pekerja yang terkena PHK tetap produktif di sektor informal,” ujarnya.
“Baca juga : BKN Larang Kepala Daerah Angkat Stafsus, Fokus pada Honorer”
Penelitian yang dilakukan selama 1,5 tahun ini sudah dikomunikasikan dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan BPJS Ketenagakerjaan. Sugeng berharap pemerintah segera merevisi regulasi JKP agar lebih mudah diakses oleh pekerja alih daya dan pegawai kontrak.
“Jika negara ingin melindungi pekerja, regulasi ini harus diubah. Syarat yang terlalu ketat perlu disederhanakan. Pekerja juga harus lebih aktif menyuarakan hak mereka agar mendapatkan perlindungan yang layak,” tutupnya.
jewishwny.com - Puasa Ramadan di Arab di prediksi akan jatuh pada 1 Maret 2025 menurut…
jewishwny.com - Bayar Biaya Haji 2025 terus di proses oleh Kementerian Agama (Kemenag), Proses pelunasan…
jewishwny.com - Amalan Setelah Sholat Agar dapat menyempurnakan sholat dan mendatangkan ketenangan hati. Amalan ini…
jewishwny.com - Listrik PLN 2025 Berakhir pada 28 Februari 2025, pemerintah resmi memperpanjang program diskon…
jewishwny.com - Massa Indonesia Gelap Surabaya yang tergabung dalam Arek Gerak (Gerakan Rakyat) menggelar aksi…
jewishwny.com - Diskon Besar Jelang Lebaran di umumkan oleh Presiden Prabowo Subianto, paket stimulus ekonomi…